Semburat merah jambu, bukankah masih tercetak jelas di raut wajahku malam ini, Tuan? Akibat perbuatanmu senja tadi, yang tanpa berdosa mengundang seluruh perhatian dan rasaku padamu. Kau yang membuat semu itu menjadi nyata, gamblang tanpa tertutup apapun.
Luluh sudah hati ini pada sosokmu, yang terus mengulas rindu tanpa mau di redam. Yang terus mewangikan hati tanpa bunga-bunga. Dan yang terus mengusap segala lelah dengan senyum pasrah. Ah … kau, Tuan. Pandai sekali mengobrak abrik hati bahkan membuatnya bertekuk lutut. Selaksa rasa tumpah seketika kala ucapan demi ucapan cinta tergambar jelas di mata dan bibirmu.
Tanpa dusta, tanpa dosa. Hingga semua yang ada di sana hanya fatamorgana sedangkan kita berdua nyata. Aku bisa apa kali ini? Ketika senyumu adalah candu, seperti alkohol yang memabukkan hingga aku mampu terbius dengan sendirinya. Aku bisa apa, Tuan? Aku kelu, lidahku tak bisa mengucap selain rindu. Seperti malam ini.
Trimakasih, Tuan.
Telah kau percaya diri ini untuk menggenggam hati dan seluruhnya. Telah kau pasrahkan cinta dan seperangkatnya kepada diri ini. Hingga nanti Tuan, hingga semua tak lagii menjadi fatamorgana, semoga diri ini selalu membuatmu merasa jatuh cinta tanpa ada alasan dan tanpa keraguan.
Fitri, Februari 2017
Tinggalkan komentar